7.
Edy Priyatna
Mengangkat Sajak Indah
Tersembunyi sebuah negeri impian
sebentuk suksesi perputaran
tengah atasannya tertidur
untuk sepanjang hari
di atas tempat kursi hangat
Kepentingan bertemu akan datang
senantiasa tak bertuan
mengembara ke ujung negeri
mengejar semua bayangan
rindu nan terus menggelisahkan
Perbuatan kehidupan alam dunia
hanya sekejap saja
tanpa terasa usia
lebih bertambah senja
semakin tiba di penghujung tahun
Belakang ruang janji kematian
konon rasanya negeri ini
menjadi negeri para gembeng
berpenghuni jutaan kesedihan
dalam berita angin tragis
Urutan rindu nan panjang
kesenyapan malam tenang
hanya berkawan bunga tidur
mengelana tanpa arah
mengangkat sajak indah
(Pondok Petir, 06 September 2018)
Edy Priyatna
Sampai Kapan akan Terus Terjadi?
Masih terus berkobar
sudah sampai sekian kasus
telah demikian saudaraku tewas
di samping lainnya terluka berat ringan
semuanya baru terungkap
dan baru sekian kasus
masih banyak belum terselesaikan
tertangkap demikian orang dan barang bukti
kemudian sekian senjata api
ada demikian granat
dan sekian butir peluru
hingga tadi malam telah terjadi penembakan
ada orang tewas dan orang kritis di langkah
sebelumnya ada beberapa orang tewas
Setelah jauh ku menjelajah
sekian orang luka berat
kota ini terus di hantui petrus
ada apa dengan pemerintah
ilmuku terasa ringan bila ku bawa
dalam perjalanan selalu bertanya
agar semua tahu itu apa
biar terjawab itu semua
semoga otak tak membeku
diriku senantiasa ingin mengerti
karena pengetahuan membuatku lugu
ada apa dengan aparat ini
mengapa ini di biarkan terjadi
sampai kapan akan terus terjadi
(Pondok Petir, 12 Juli 2018)
Edy Priyatna, Lahir di Jakarta 27 Oktober 1960. Sangat suka menulis apalagi kalau banyak waktunya dan suka sekali memberikan komentar.
Menulis sejak tahun 1979 saat aktif di ‘Teater Bersama’ Bulungan Jakarta Selatan. Tulisannya, Cerpen dan Puisi pernah dimuat di beberapa surat kabar Ibukota pada tahun 1980. Pada tahun 2001 tulisannya masuk dalam buku kumpulan Cerpen dan Puisi karya sendiri “Gempa” cetakan pertama Pebruari 2012.
Dan buku “Buku Petama di Desa Rangkat” Januari 2015. Kini aktif di Kompasiana sejak 08 Maret 2011 kemudian hingga saat ini telah menulis sebanyak lebih kurang 1.700 tulisan.
8.
Pensil Kajoe
Kumainkan Peranku dengan Improvisasi
kumainkan peranku
sesuai dengan skenario
bolehkah improvisasi
sebab aku, hamba yang mbeling
kadang eling
kadang linglung
ketika sujudku adalah bentuk tuntutan
pemenuhan segala inginku
bukan bukti kepasrahan padaMu
aku memang hamba mbeling
keimananku masih fluktuatif
naik turun seperti ombak
gelombang nafsu menghantam
aku, si manusia mbeling
yang bisa berperan manis
meski masih antagonis
sebab improvisasi kebablasen
tak eling menjadi hamba
yang lupa skenario awal
sebagai manusia.
22092018
9.
Nila Kesuma
Palu dan Arit
Ketika bernama palu bersama dengan arit, aku tidak berteman dan berusaha jauh dari jangkauan dan intimidasi semua pergerakan
Kepala palu selalu mengarah dan tertuju kepada para buruh yang tercekal suara dan pendapat
Sesungguhnya arit selalu bergejolak diantara kemarahan dengan atas namakan kemakmuran untuk para petani
Aku terlalu mencintai negriku
Tidak pula berusaha mengganti
PALU DAN PAHAT
Ketika pahat ingin berjalan mencapai tujuannya harus ku ketuk dengan palu
Begitupun aku menghapus pertemanan dengan palu dan pahat
Karena palu dan pahat harus ada sokongan dan tidak mandiri dalam berfikiran di era globalisasi dan canggih
10.
H. Asril
Desaku Hilang Separuh
Sebelum kentongan bertalu
Anak desa berderet di tajug
Menanti panggilan Ilahi
Jamaah sholat setiap waktu
Al Qur'an kau pegang
Sambil mengantri depan kyai
Tidur berderet di tikar mayat
Pulas sampai bermimpi
Asholatu khoirum ninan naum...
Dinginnya pagi menusuk sumsum
Wudhu kau bergegas
Berderet ngantri bagai menanti raskin
Didepan Kyai Alqur'an sarapan pagi
Damai desaku kala itu....
Kini..pos kamling penuh sesak
Tajug'masjid surau tak ada canda
Deretan maling menanti
Saat kau lengah
Mobil,motor'sandalpun
Ketakutan diluar rumah
Bisakah ku......
Tidur pulas diatas tikar mayat
Hanya waktu aku menanti
H. Asril
Setengah Abad
Lima puluh tahun yg lalu
Saat anak 2 mencium bau asap motor
Berderet di tepian jalan berdebu
Menanti harley,Norton lewat
Girang mencium bau asap
Sambil berkata.........
Mungkinkah aku dan kau
Menaiki seperti tuan tanah.....
Zamanpun berubah....
Honda.....Yamaha...Suzuki
Berderet di rumah tak beratap
Bisakah bersyukur....
Pada Tuhanmu........
Atau kau lupa NikmatNya.....
Tuhan aku takut murkaMu...
H. Asril adalah seorang penyair kelahiran Indramayu, Tinggal di Indramayu, dan menulis puisinya dalam bentuk tulisan tangan. Kesehariannya adalah seorang ulama dan pendidik di Indramayu.
11. Heru Mugiarso
Bukan Puisi Biasa
Ini bukan puisi biasa
Kerna ditulis di balik kuitansi mark up
Penggelembungan anggaran kantor
Maka bisa dimengerti
Jika puisi jadi tertuduh dan ikut menanggung dosa
Dan dimintai pertaggung jawaban
Di depan petugas KPK
Atau puisi yang tersurat
Di sela kado ulang tahun selingkuhan
Maka bisa dipahami
Ia kena pasal perzinahan
Di akhirat nanti
Bahkan puisi yang dipesan oleh capres
Buat kampanye dan pencitraan
Pada tahun politik
Tahun depan
Maka bisa diketahui
Ia jadi saksi
Hidup mati
Bahwa
Puisi itu
Juga masih mempan
Atas Uang sogok, gratifikasi dan model amplopan
Puisi Ini bukan puisi biasa
Puisi yang diciptakan dengan cara memperkosa
Diksi, majas dan metafora
Dan segala hiasan piranti bahasa serta tetek bengek
Buat konsumsi zaman
Yang makin mbleketek
Sebab puisi biasa
Hanya laku buat merayu kamu
Agar tetap cinta padaku
Atau hanya berlaku di dunia maya
Yang kini sudah kehilangan Luna..
2018
Heru Mugiarso
Paradok Negeri Hoaks
Tak ada yang lebih sibuk dari negeriku
Yang pekerjaan warga negaranya cuma membikin dan membagi hoaks
Ada hoaks berlabel agama , ada bercap politik atau yang murahan ala selebritis
Selayaknya pekerjaan maka mendatangkan duit dan tak gratis
Tak ada yang lebih riuh dari ini bangsa
Pengguna lima besar medsos di dunia
Selalu sibuk bikin status entah ujaran kebencian atau sindiran
Tapi inilah suara demokrasi yang mesti dimuliakan
Dan anehnya ketika suatu hari di bagian lain negeri ada musibah
Konon lautnya sampai tumpah dan buminya pun merekah
Ada saja yang bikin lelucon hoaks memicu rasa marah
Konon dia mengaku dipukuli dan wajahnya berdarah-darah
Dan sungguh bodohnya para jemaah hoakers ikut-ikutan melawak
Dengan kesumat dan marah yang bikin tergelak-gelak
Tapi begitulah saking mbleketeknya itu lelucon
Akhirnya bikin mereka tampak bego dan kian bloon
Jangan kaget hidup di negeri mbleketek
Soal hukum selalu memandang bulu ketek
Kalau rakyat jelata menyebar hoaks akan dibui
Maka cukup dimaafkan lahir dan bathin bila pelakunya petinggi dan politisi.
2018
Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Karya-karya berupa puisi, esai dan cerpen serta artikel di muat di berbagai media lokal dan nasional. Sekitar enam puluhan judul buku memuat karya-karyanya.Penghargaan yang diperoleh adalah Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 sebagai penyair terbaik tahun 2003 Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017.)Sebagai nara sumber acara sastra pada program BIANGLALA SASTRA SEMARANG TV. Juga, Pembina Komunitas Lentera Sastra mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Unnes.
12.
Raeditya Andung Susanto
Sibuk
Orang kita sedang sibuk menyambut Pilpres
diagendakan banyak perayaan
menggandeng segala macam profesi
elemen masyarakat hingga organisasi
Padahal pilpres biasa-biasa saja
mereka terlalu membesar-besarkan
sebab siapapun pemenangnya
kita tetap bisa bekerja
Namun tidak saat Pileg
ditambah batuk bahkan demam
buat makan saja tidak enak
apalagi untuk bekerja
WkWKWK, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto
Curhat
Jadi sebenarnya, saya mau curhat
Ini bukan puisi, sajak atau semacamnya
Ini cuma keluh rakyat biasa
terhadap pemerintahnya
Heran saja sama petinggi yang duduk
manis di senayan atau ibu kota sana
mereka itu gajinya sudah nganu
tapi tetap banyak nganu
Prestasinya ; nganu
Rakyatnya ; tetep nganu
Negaranya ; makin nganu
Bagaimana kalau setelah pelantikan
Presiden tahun depan kita ganti
namanya jadi Dewan Perwakilan Nganu?
Bekasi, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto penulis asal Bumiayu, sedang menempuh pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Teknologi di Bekasi. Pernah menjadi Juara 2 LCP tingkat Nasional 2017, Penulis RUAS Indonesia-Malaysia 2017, Antologi Puisi Abu-abu Merah Jambu, Penulis Antologi Wangian Kembang Konferensi Penyair Dunia (KONPEN) 2018, Penulis Antologi Senyuman Lembah Ijen 2018, Indonesia Lucu 2018, Menjemput Rindu Taman Maluku dan masih banyak lagi. Sedang menyiapkan buku pertamanya.
Edy Priyatna
Mengangkat Sajak Indah
Tersembunyi sebuah negeri impian
sebentuk suksesi perputaran
tengah atasannya tertidur
untuk sepanjang hari
di atas tempat kursi hangat
Kepentingan bertemu akan datang
senantiasa tak bertuan
mengembara ke ujung negeri
mengejar semua bayangan
rindu nan terus menggelisahkan
Perbuatan kehidupan alam dunia
hanya sekejap saja
tanpa terasa usia
lebih bertambah senja
semakin tiba di penghujung tahun
Belakang ruang janji kematian
konon rasanya negeri ini
menjadi negeri para gembeng
berpenghuni jutaan kesedihan
dalam berita angin tragis
Urutan rindu nan panjang
kesenyapan malam tenang
hanya berkawan bunga tidur
mengelana tanpa arah
mengangkat sajak indah
(Pondok Petir, 06 September 2018)
Edy Priyatna
Sampai Kapan akan Terus Terjadi?
Masih terus berkobar
sudah sampai sekian kasus
telah demikian saudaraku tewas
di samping lainnya terluka berat ringan
semuanya baru terungkap
dan baru sekian kasus
masih banyak belum terselesaikan
tertangkap demikian orang dan barang bukti
kemudian sekian senjata api
ada demikian granat
dan sekian butir peluru
hingga tadi malam telah terjadi penembakan
ada orang tewas dan orang kritis di langkah
sebelumnya ada beberapa orang tewas
Setelah jauh ku menjelajah
sekian orang luka berat
kota ini terus di hantui petrus
ada apa dengan pemerintah
ilmuku terasa ringan bila ku bawa
dalam perjalanan selalu bertanya
agar semua tahu itu apa
biar terjawab itu semua
semoga otak tak membeku
diriku senantiasa ingin mengerti
karena pengetahuan membuatku lugu
ada apa dengan aparat ini
mengapa ini di biarkan terjadi
sampai kapan akan terus terjadi
(Pondok Petir, 12 Juli 2018)
Edy Priyatna, Lahir di Jakarta 27 Oktober 1960. Sangat suka menulis apalagi kalau banyak waktunya dan suka sekali memberikan komentar.
Menulis sejak tahun 1979 saat aktif di ‘Teater Bersama’ Bulungan Jakarta Selatan. Tulisannya, Cerpen dan Puisi pernah dimuat di beberapa surat kabar Ibukota pada tahun 1980. Pada tahun 2001 tulisannya masuk dalam buku kumpulan Cerpen dan Puisi karya sendiri “Gempa” cetakan pertama Pebruari 2012.
Dan buku “Buku Petama di Desa Rangkat” Januari 2015. Kini aktif di Kompasiana sejak 08 Maret 2011 kemudian hingga saat ini telah menulis sebanyak lebih kurang 1.700 tulisan.
8.
Pensil Kajoe
Kumainkan Peranku dengan Improvisasi
kumainkan peranku
sesuai dengan skenario
bolehkah improvisasi
sebab aku, hamba yang mbeling
kadang eling
kadang linglung
ketika sujudku adalah bentuk tuntutan
pemenuhan segala inginku
bukan bukti kepasrahan padaMu
aku memang hamba mbeling
keimananku masih fluktuatif
naik turun seperti ombak
gelombang nafsu menghantam
aku, si manusia mbeling
yang bisa berperan manis
meski masih antagonis
sebab improvisasi kebablasen
tak eling menjadi hamba
yang lupa skenario awal
sebagai manusia.
22092018
9.
Nila Kesuma
Palu dan Arit
Ketika bernama palu bersama dengan arit, aku tidak berteman dan berusaha jauh dari jangkauan dan intimidasi semua pergerakan
Kepala palu selalu mengarah dan tertuju kepada para buruh yang tercekal suara dan pendapat
Sesungguhnya arit selalu bergejolak diantara kemarahan dengan atas namakan kemakmuran untuk para petani
Aku terlalu mencintai negriku
Tidak pula berusaha mengganti
PALU DAN PAHAT
Ketika pahat ingin berjalan mencapai tujuannya harus ku ketuk dengan palu
Begitupun aku menghapus pertemanan dengan palu dan pahat
Karena palu dan pahat harus ada sokongan dan tidak mandiri dalam berfikiran di era globalisasi dan canggih
10.
H. Asril
Desaku Hilang Separuh
Sebelum kentongan bertalu
Anak desa berderet di tajug
Menanti panggilan Ilahi
Jamaah sholat setiap waktu
Al Qur'an kau pegang
Sambil mengantri depan kyai
Tidur berderet di tikar mayat
Pulas sampai bermimpi
Asholatu khoirum ninan naum...
Dinginnya pagi menusuk sumsum
Wudhu kau bergegas
Berderet ngantri bagai menanti raskin
Didepan Kyai Alqur'an sarapan pagi
Damai desaku kala itu....
Kini..pos kamling penuh sesak
Tajug'masjid surau tak ada canda
Deretan maling menanti
Saat kau lengah
Mobil,motor'sandalpun
Ketakutan diluar rumah
Bisakah ku......
Tidur pulas diatas tikar mayat
Hanya waktu aku menanti
H. Asril
Setengah Abad
Lima puluh tahun yg lalu
Saat anak 2 mencium bau asap motor
Berderet di tepian jalan berdebu
Menanti harley,Norton lewat
Girang mencium bau asap
Sambil berkata.........
Mungkinkah aku dan kau
Menaiki seperti tuan tanah.....
Zamanpun berubah....
Honda.....Yamaha...Suzuki
Berderet di rumah tak beratap
Bisakah bersyukur....
Pada Tuhanmu........
Atau kau lupa NikmatNya.....
Tuhan aku takut murkaMu...
H. Asril adalah seorang penyair kelahiran Indramayu, Tinggal di Indramayu, dan menulis puisinya dalam bentuk tulisan tangan. Kesehariannya adalah seorang ulama dan pendidik di Indramayu.
11. Heru Mugiarso
Bukan Puisi Biasa
Ini bukan puisi biasa
Kerna ditulis di balik kuitansi mark up
Penggelembungan anggaran kantor
Maka bisa dimengerti
Jika puisi jadi tertuduh dan ikut menanggung dosa
Dan dimintai pertaggung jawaban
Di depan petugas KPK
Atau puisi yang tersurat
Di sela kado ulang tahun selingkuhan
Maka bisa dipahami
Ia kena pasal perzinahan
Di akhirat nanti
Bahkan puisi yang dipesan oleh capres
Buat kampanye dan pencitraan
Pada tahun politik
Tahun depan
Maka bisa diketahui
Ia jadi saksi
Hidup mati
Bahwa
Puisi itu
Juga masih mempan
Atas Uang sogok, gratifikasi dan model amplopan
Puisi Ini bukan puisi biasa
Puisi yang diciptakan dengan cara memperkosa
Diksi, majas dan metafora
Dan segala hiasan piranti bahasa serta tetek bengek
Buat konsumsi zaman
Yang makin mbleketek
Sebab puisi biasa
Hanya laku buat merayu kamu
Agar tetap cinta padaku
Atau hanya berlaku di dunia maya
Yang kini sudah kehilangan Luna..
2018
Heru Mugiarso
Paradok Negeri Hoaks
Tak ada yang lebih sibuk dari negeriku
Yang pekerjaan warga negaranya cuma membikin dan membagi hoaks
Ada hoaks berlabel agama , ada bercap politik atau yang murahan ala selebritis
Selayaknya pekerjaan maka mendatangkan duit dan tak gratis
Tak ada yang lebih riuh dari ini bangsa
Pengguna lima besar medsos di dunia
Selalu sibuk bikin status entah ujaran kebencian atau sindiran
Tapi inilah suara demokrasi yang mesti dimuliakan
Dan anehnya ketika suatu hari di bagian lain negeri ada musibah
Konon lautnya sampai tumpah dan buminya pun merekah
Ada saja yang bikin lelucon hoaks memicu rasa marah
Konon dia mengaku dipukuli dan wajahnya berdarah-darah
Dan sungguh bodohnya para jemaah hoakers ikut-ikutan melawak
Dengan kesumat dan marah yang bikin tergelak-gelak
Tapi begitulah saking mbleketeknya itu lelucon
Akhirnya bikin mereka tampak bego dan kian bloon
Jangan kaget hidup di negeri mbleketek
Soal hukum selalu memandang bulu ketek
Kalau rakyat jelata menyebar hoaks akan dibui
Maka cukup dimaafkan lahir dan bathin bila pelakunya petinggi dan politisi.
2018
Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Karya-karya berupa puisi, esai dan cerpen serta artikel di muat di berbagai media lokal dan nasional. Sekitar enam puluhan judul buku memuat karya-karyanya.Penghargaan yang diperoleh adalah Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 sebagai penyair terbaik tahun 2003 Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017.)Sebagai nara sumber acara sastra pada program BIANGLALA SASTRA SEMARANG TV. Juga, Pembina Komunitas Lentera Sastra mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Unnes.
12.
Raeditya Andung Susanto
Sibuk
Orang kita sedang sibuk menyambut Pilpres
diagendakan banyak perayaan
menggandeng segala macam profesi
elemen masyarakat hingga organisasi
Padahal pilpres biasa-biasa saja
mereka terlalu membesar-besarkan
sebab siapapun pemenangnya
kita tetap bisa bekerja
Namun tidak saat Pileg
ditambah batuk bahkan demam
buat makan saja tidak enak
apalagi untuk bekerja
WkWKWK, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto
Curhat
Jadi sebenarnya, saya mau curhat
Ini bukan puisi, sajak atau semacamnya
Ini cuma keluh rakyat biasa
terhadap pemerintahnya
Heran saja sama petinggi yang duduk
manis di senayan atau ibu kota sana
mereka itu gajinya sudah nganu
tapi tetap banyak nganu
Prestasinya ; nganu
Rakyatnya ; tetep nganu
Negaranya ; makin nganu
Bagaimana kalau setelah pelantikan
Presiden tahun depan kita ganti
namanya jadi Dewan Perwakilan Nganu?
Bekasi, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto penulis asal Bumiayu, sedang menempuh pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Teknologi di Bekasi. Pernah menjadi Juara 2 LCP tingkat Nasional 2017, Penulis RUAS Indonesia-Malaysia 2017, Antologi Puisi Abu-abu Merah Jambu, Penulis Antologi Wangian Kembang Konferensi Penyair Dunia (KONPEN) 2018, Penulis Antologi Senyuman Lembah Ijen 2018, Indonesia Lucu 2018, Menjemput Rindu Taman Maluku dan masih banyak lagi. Sedang menyiapkan buku pertamanya.