Jumat, 22 Juli 2016

Satu Keranjang Ikan
Penulis : Rg Bagus Warsono
Perwajahan Isi : Simages
Desain Sampul : Dwilesta

Diterbitkan oleh:
Sibuku Media
Alamat : Ngringinan, Palbapang, Bantul, Bantul, Yogyakarta, 55713.
Hp. : 085643895795
E-mail : penerbitsibuku@gmail.com
Web : www.sibuku.com

Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Rg Bagus Warsono, Satu Keranjang Ikan —Cetakan 1—Yogyakarta: Sibuku Media, 2016
xvi+ 51; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-6233-18-9
Cetakan 1, 2016





 Pengantar Antologi
Sorotan terhadap nilai-nilai budaya kepesisiran ini tentu saja memiliki kontribusi yang sangat strategis untuk membangun masa depan bangsa yang berbasis pada potensi sumber daya bahari. Masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang spesifik dan terbangun melalui proses evalusi yang panjang.

Khekhasan kebudayaan di atas, seperti sistem gender, relasi patron-klien, pola-pola perilaku dalam mengeksploitasi sumber daya perikanan, serta kepemimpinan sosial tumbuh karena pengaruh kondisi- kondisi dan karakteristik-karakteristik yang terdapat di lingkungannya. Sebagai bagian dari suatu masyarakat yang luas, yang sedang bergerak mengikuti arus dinamika sosial, masyarakat nelayan dan kebudayaan pesisir juga akan terkena dampaknya. Kemampuan beradaptasi dan keberhasilan menyikapi tantangan perubahan sosial sangat menentukan kelangsungan hidup dan integrasi sosial masyarakat nelayan.
 Sebuah kelompok sosial yang kelangsungan hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir. Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan.






Perilaku eksploitatif yang tak terkendali berimplikasi luas terhadap kelangkaan sumberdaya perikanan kemiskinan nelayan. Di samping itu, kompetisi antarnelayan dalam sumber daya perikanan terus meningkat, sehingga berpotensi menimbulkan konflik secara eksplosif di berbagai wilayah perairan, khususnya di kawasan yang menghadapi kondisi overfishing (tangkap lebih). Kelangkaan atau semakin berkurangnya sumber daya perikanan, khususnya di perairan pantai, dan kondisi overfishing, yang disebabkan oleh beberapa hal penting, yaitu: eksploitasi berlebihan dan kerusakan ekosistem pesisir-laut.Kegiatan eksploitasi sumber daya perikanan
xii
tidak disertai dengan kesadaran dan visi kelestarian atau keberlanjutan dalam mengelola lingkungan pesisir-laut, sehingga terjadi ketimpangan.
Kegagalan pembangunan pedesaan di wilayah kabupaten/kota pesisir, sehingga meningkatkan tekanan penduduk terhadap sumber daya laut dan kompetisi semakin meningkat.Salah satu ciri perilaku sosial dari masyarakat pesisir yang terkait dengan sikap temperamental dan harga diri tersebut dapat disimak dalam pernyataan antropolog Belanda di bawah ini (Boelaars, 1984:62)
Orang pesisir memiliki rasa harga diri yang amat tinggi dan sangat peka. Perasaan itu bersumber pada kesadaran mereka bahwa pola hidup pesisir memang pantas mendapat penghargaan yang tinggi”.
Sebagian nilai-nilai perilaku sosial di atas merupakan modal sosial yang sangat berharga jika didayagunakan untuk membangun masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir . Di Indonesia masih banyak nelayan yang menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan.
Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah
xii
 Sebuah kelompok sosial yang kelangsungan hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir. Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan.
Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989:68-69). Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir,
masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermata- pencaharian sebagai nelayan . Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan

Jangan melaut hari ini

alam tak bersahabat
tapi cuaca baik
kalian tak mengerti saat
ikan marah
air memerah
angin malu
awan tersipu
pura-pura dungu
jangan melaut hari ini
biduk capai menahan dingin
jaring robek sendiri
air tak lagi asin
ombak diam
angin sepoi dingin basah


Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan (Ginkel, 2007).Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau hewan laut lainnya yang hidup di dasar,maupun permukaan perairan.Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan payau maupun laut.
Nurochman Sudibyo YS, sastrawan tinggal di Tegal