Rabu, 26 Oktober 2016

Meriam Roda Sijagur , Cergam Karya Rg Bagus Warsono

Anak-anak harapan kita semua di masa depan bangsa ini. Lima puluh tahun kedepan apa jadinya Indonesia ini. Sekarang saja sudah meh-meh dan nyerempet-nyerempet akan krisis karakter bangsa. Buktinya bangsa lain diagung-agungkan. Suku-suku bangsa pemilik Tanah Air ini dikesampingkan kelestarian budayanya, padahal khas Indonesia pemererat bangsa. Nasionalisme anak-anak harus ditanamkan agar Indonesia tidak berkeping-keping. Itulah sebabnya aku memberi mereka jiwa kebangsaan ini melalui sentuhan baca. Agar mereka tersenyum , gembira , dan bangga menjadi bagian Indonesia yang memiliki peran di masa depan.

Rabu, 21 September 2016

Dr. Lim Swee Tin dan Prof. Dr. Faruk Tripoli,


Dr. Lim Swee Tin,

Lahir di Kelantan, Malaysia pada tahun 1952, Dr. Lim mendapat latihan sebagai guru di Maktab Perguruan Persekutuan, Pulau Pinang, 1972-73. Selepas itu, bertugas sebagai guru di beberapa buah sekolah di Kelantan. Pada 1988-92, beliau melanjutkan pengajian di Universiti Pertanian Malaysia (UPM) bagi ijazah Sarjana Muda Pendidikan Pengajaran Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Pertama. Kemudiannya, meneruskan perkhidmatan sebagai guru di Negeri Sembilan dan Selangor. 1996-99, melanjutkan pelajaran bagi ijazah Sarjana Sastera Kesusasteraan Melayu dan 2000-05, meneruskan pengajian PhD Kesusasteran Melayu. Sejak Disember 2000 hingga 2012, beliau berkhidmat sebagai pensyarah di Fakulti Bahasa Moden Dan Komunikasi, UPM.
Dr. Lim melibatkan diri secara bersungguh-sungguh dalam lapangan kesusasteraan Melayu dengan menulis puisi, cerpen, novel, dan esei kritikan sastera serta turut mengendalikan kursus pemantapan bahasa Melayu dan penulisan kreatif kepada pelajar dan guru di Malaysia dan Singapura.
Pada tahun 2000, beliau dianugerahkan SEA Write Award oleh Kerajaan Diraja Thailand. Sebelum itu, beliau telah memenangi 25 hadiah kesusasteraan di Malaysia. Setakat ini, Dr. Lim telah menghasilkan kira-kira 60 buah buku kreatif dan nonkreatif secara perseorangan selain karya-karya ecerannya turut terkumpul dalam lebih 100 buah antologi bersama. Di sampng itu, beliau telah membentangkan ratusan kertas kerja, di dalam dan di luar negara.
Kini memegang jawatan dalam pelbagai organisasi sastera dan pendidikan milik pemerintah dan swasta, termasuk DBP, ASWARA, dan MASTERA serta menganggotai panel pemilih penerima SEA Write Award (Malaysia) dan Panel Hakim Hadiah Sastera Perdana (HSPM).
 
Dr. Lim Swee Tin,

Lahir di Kelantan, Malaysia pada tahun 1952, Dr. Lim mendapat latihan sebagai guru di Maktab Perguruan Persekutuan, Pulau Pinang, 1972-73. Selepas itu, bertugas sebagai guru di beberapa buah sekolah di Kelantan. Pada 1988-92, beliau melanjutkan pengajian di Universiti Pertanian Malaysia (UPM) bagi ijazah Sarjana Muda Pendidikan Pengajaran Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Pertama. Kemudiannya, meneruskan perkhidmatan sebagai guru di Negeri Sembilan dan Selangor. 1996-99, melanjutkan pelajaran bagi ijazah Sarjana Sastera Kesusasteraan Melayu dan 2000-05, meneruskan pengajian PhD Kesusasteran Melayu. Sejak Disember 2000 hingga 2012, beliau berkhidmat sebagai pensyarah di Fakulti Bahasa Moden Dan Komunikasi, UPM.
Dr. Lim melibatkan diri secara bersungguh-sungguh dalam lapangan kesusasteraan Melayu dengan menulis puisi, cerpen, novel, dan esei kritikan sastera serta turut mengendalikan kursus pemantapan bahasa Melayu dan penulisan kreatif kepada pelajar dan guru di Malaysia dan Singapura.
Pada tahun 2000, beliau dianugerahkan SEA Write Award oleh Kerajaan Diraja Thailand. Sebelum itu, beliau telah memenangi 25 hadiah kesusasteraan di Malaysia. Setakat ini, Dr. Lim telah menghasilkan kira-kira 60 buah buku kreatif dan nonkreatif secara perseorangan selain karya-karya ecerannya turut terkumpul dalam lebih 100 buah antologi bersama. Di sampng itu, beliau telah membentangkan ratusan kertas kerja, di dalam dan di luar negara.
Kini memegang jawatan dalam pelbagai organisasi sastera dan pendidikan milik pemerintah dan swasta, termasuk DBP, ASWARA, dan MASTERA serta menganggotai panel pemilih penerima SEA Write Award (Malaysia) dan Panel Hakim Hadiah Sastera Perdana (HSPM).


Prof. Dr. Faruk Tripoli,
Lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 10 Februari 1957. Beliau adalah pakar di bidang ilmu budaya serta guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia merupakan pengajar Fakultas Ilmu Budaya yang secara resmi mendapatkan persetujuan dari Mendiknas sebagai profesor pada Jun 2008.
Pendidikan Prof. Faruk bermula di sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas ia selesaikan di kota kelahirannnya. Setelah lulus SMA, ia ke Yogyakarta untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, UGM, dan lulus tahun 1981. Tahun 1985 ia melanjutkan program S-2 di Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1988. Kemudian, melanjutkan program S-3 juga di Fakultas Pascasarjana UGM dan lulus tahun 1994.
Pengalamannya sebagai dosen dimulai dengan tugasnya sebagai asisten ahli madya di Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM, tahun 1983-1985. Pada tahun 1986 hingga sekarang, ia menjadi dosen di Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM. Ia diangkat menjadi Guru Besar di Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM, tahun 2009.
Selain menjadi dosen di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM, Prof. Faruk juga pernah mengajar di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korena Selatan (2007-2009) serta aktif melakukan penelitian (1998-2009). Prof. Faruk juga sering tampil sebagai pemakalah, narasumber, dan penanggap dalam kegiatan ilmiah, baik bahasa, sastra, maupun budaya.
Jabatan yang pernah diembannya pejabat sementara Kepala Pusat Studi Kebudayaan, UGM (2000-2001), Kepala Pusat Studi Kebudayaan, UGM (2001-2003), pejabat sementara Kepala Pusat Studi Kebudayaan, UGM (2003-2005), dan Kepala Program Studi Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, UGM (2011-sekarang).

Lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 10 Februari 1957. Beliau adalah pakar di bidang ilmu budaya serta guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia merupakan pengajar Fakultas Ilmu Budaya yang secara resmi mendapatkan persetujuan dari Mendiknas sebagai profesor pada Jun 2008.
Pendidikan Prof. Faruk bermula di sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas ia selesaikan di kota kelahirannnya. Setelah lulus SMA, ia ke Yogyakarta untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, UGM, dan lulus tahun 1981. Tahun 1985 ia melanjutkan program S-2 di Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1988. Kemudian, melanjutkan program S-3 juga di Fakultas Pascasarjana UGM dan lulus tahun 1994.
Pengalamannya sebagai dosen dimulai dengan tugasnya sebagai asisten ahli madya di Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM, tahun 1983-1985. Pada tahun 1986 hingga sekarang, ia menjadi dosen di Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM. Ia diangkat menjadi Guru Besar di Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM, tahun 2009.
Selain menjadi dosen di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM, Prof. Faruk juga pernah mengajar di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korena Selatan (2007-2009) serta aktif melakukan penelitian (1998-2009). Prof. Faruk juga sering tampil sebagai pemakalah, narasumber, dan penanggap dalam kegiatan ilmiah, baik bahasa, sastra, maupun budaya.
Jabatan yang pernah diembannya pejabat sementara Kepala Pusat Studi Kebudayaan, UGM (2000-2001), Kepala Pusat Studi Kebudayaan, UGM (2001-2003), pejabat sementara Kepala Pusat Studi Kebudayaan, UGM (2003-2005), dan Kepala Program Studi Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, UGM (2011-sekarang).

Rabu, 14 September 2016

Lumbung Puisi Jilid IV: Margasatwa Indonesia

Lumbung Puisi Jilid IV: Margasatwa Indonesia
Penulis : Penyair Indonesia
Editor : Hasan
Perwajahan Isi : Simages
Desain Sampul : Dwilesta
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh
isi buku ini ke dalam bentuk apa pun, secara elektronis
maupun mekanis, tanpa izin tertulis dari penerbit atau penulis.
All Rights Reserved
Diterbitkan oleh:
Sibuku Media
Alamat : Ngringinan, Palbapang, Bantul, Bantul, Yogyakarta, 55713.
Hp. : 085643895795
E-mail : penerbitsibuku@gmail.com
Web : www.sibuku.com
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Penyair Indonesia, Lumbung Puisi Jilid IV; Editor: Hasan—Cetakan
1—Yogyakarta: Sibuku Media, 2016
xiv+ 126; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-6233-54-7
Cetakan 1, 2016

Kamis, 25 Agustus 2016

Lumbung Puisi Jilid IV Penyair Indonesia, tema Margasatwa Indonesia Dokumentasi Puisi Sastrawan Indonesia oleh Himpunan Masyarakat Gemar Membaca




Pengantar Antologi

   Banyak margasatwa kita yang punah. Ketika kapal kapal asing yang nyolong ikan ditembak ditenggelamkan, Anda tidak tahu berbagai jenis kera dari rumpun yang sama Sumatra/Kalimantan di colong juga. Apa yang ditembak apa yang ditenggelamkan. Sebab malingnya tidak kemana-mana masih berada di luar negeri. Orang kitalah yang memperkaya diri.

    Beberapa tahun lalu ada bangkai kawanan gajah, tetapi gadingnya sudah tak menempel di kepalanya.
Lalu burung-burung luar negeri yang mungkin bawa penyakit datang dari celah-celah pagar negeri , mengisi sangkar-sangkar hobies burung berkicau.
Dan sungguh luar biasa lagi, ada orang pekerjaannya melawan maut, memburu buaya ganas di sungai-sungai buas. Ternyata mereka mengambil kulit buaya itu.

   Sejak doeloe nama hewan menjadi nama kiasan untuk menamai manusia seperti contohnya 'lintah darat (rentenir), 'kuda hitam (sosok tak diduga), 'anjing menggonggong (mereka yang suka usil), 'macan tua ( tokoh tua) , macan ompong (tokoh yang sudah tak punya taring lagi) , 'kupu-kupu malam (lonte) , ular kepala dua (mata-mata) , kura-kura dalam perahu, katak dalam tempurung dan sebagainya. Ini artinya manusia menamai perilaku manusia lagi dengan perumpamaan hewan. Jadi bukan sekarang saja tetapi sejak dulu.
   Ternyata margasatwa (binatang) kita penuh filosofi, kelakuan binatang kadang cermin buat filosofi hidup. Bukan berarti lebih baik binatang dari manusia, tetapi manusialah yang mirip perilaku binatang. Atau bisa juga binatang lebih baik perilakunya ketimbang segelintir manusia yang kadang tak memiliki norma. Tetapi pernyataan ini jangan ditafsirkan demikian sebab puisi adalah gambaran , sebuah gambaran yang memiliki ragam apresiasi. Boleh jadi apresiasi itu berbeda dari sebuah puisi. Makna yang sama arti pun berbeda bila dipadukan dengan kata lain, bukan. Nah kalau begitu puisi adalah permainan kata-kata.

Jika puisi adalah permainan kata-kata maka tak perlu mempercayai puisi. Memang. Bukankah puisi itu seni? dan dinikmati? . Jangan salah juga bila apresiasi juga menimbulkan kepercayaan terhadap puisi. Buktinya banyak puisi yang memberikan kenyataan zaman. Sebab penyair menuangkan isi hati dari semua pancaindera yang dirasakan.Sebegitu dasyatnya puisi melahirkan berbagai tafsir dan perumpamaan. Tetapi sebagai manusia tetap puisi tak perlu didewakan atau dipuja. Puisi adalah puisi yang memiliki jiwa, seni, dan juga hidup.

Memang penyair itu pinter, tema margasatwa jadi tema 'marga satwa. Katanya kalau dipenggal menjadi dua kata ada marga dan satwa kalau dipisah menjadi marga satwa semakin bertambah luas tema ini, tapi tidak mengapa tambah seru. Itulah penyair kadang bilang ‘A sama-sama , bukan A besar dan a kecil tetapi katanya a bagiku berarti lain.  Bisa saja ‘a berarti satuan nominal eceran, ada juga ‘a berarti pertanyaan, ‘a berarti orang (si a) atau ‘a berarti keuntungan dsb.

Sebaliknya ada ungkapan hewan tetapi disukai masyarakat seperti 'Kecil-kecil kuda kuningan, 'Maung Bandung, "Ayam Kinantan, 'Banteng Ketaton, Cendrawasih dari Timur, dan lain-lain.

Dan dalam buku ini pembaca budiman diajak untuk ‘bercengkerama dengan puisi-puisi karya penyair Indonesia  dalam antologi khas bertema margasatwa ini yang merupakan Antologi Lumbung Puisi Jilid IV Sastrawan Indonesia.

Selamat mengapresiasi.

Penyelenggara.
Hmpunan Masyarakat Gemar membaca (HMGM)


Penulis :

1.Abu Ma’mur MF (Brebes)
2.Agustav Triono (Purbalingga)
3.Alveng Subrata(Surabaya)
4.Amrin Moha (Cirebon)
5.Anggoro Suprapto(Semarang)
6.Anjrah Lelono Broto(Jombang/Mojokerto)
7.Arif Khilwa (pati)
8.Ari Witanto (Bekasi)
9.Arwinto Syamsunu Ajie(Kebumen)
10.Arya Setra (Jakarta Utara)
11.Bambang Widiatmoko(Jakarta)
12. Damar Angara (Demak)
13.Dedy Tri Riyadi (Tangerang)
14.Denting Kemuning(Surabaya)
15.Denis Hilmawati (Bekasi )
16.Dharmadi, DP (Purwokerto)
17.Daviatul Umam (Sumenep)
18.Eka Rs (Tasikmalaya)
19.Ersa Sasmita(Jakarta)
20.Eno El Fadjeri (Jakarta Barat)
21.Eri Sofratmin (Muara Bungo Jambi))
22.Faiz Saf'ani(Tegal)
23. Fitrah Anugerah(Bekasi)
24. H. Shobir Poer (Tangerang)
25. Hadi sastra(Tangerang)
26.Harmany (Pamekasan)
27.Hasan Maulana A. G( Serawak Malaysia)
28..Heru Mugiarso(Semarang)
29.Jen Kelana(Muara Angin Jambi)
30.Kurniawan Yunianto(Semarang)
31.Little Lite (Muara Bungo, Jambi)
32.Mike Dwi Setiawati(Cirebon)
33..Mohamad Firdaus (Banyumas)
34.Muakrim M Noer Soulisa (Maluku Tengah)
35.Mukti Sutarman Espe (Kudus)
36.Nanang Suryadi (Malang)
37.Navys Ahmad(Tangerang)
38. Ni Made Rai Sri Artini (Denpasar)
39.Novia Rika (Jakarta)
40.Rachmad Basuni (Solo)
41.Refa Kris Dwi Samanta (Banyumas)
42.Rere Desvada (Bandung)
43.Riswo Mulyadi (Banyumas)
44.Rg Bagus Warsono(Indramayu)
45.Sami’an Adib (Jember)
46.Shon Sweet's(Sidoarjo)
47.Sumrahhadi (Munadi Oke)(Jakarta)
48.Sri Subekti Handayani (Bandung)
49.Supi El-Bala (Tangerang)
50.Suyitno Ethex (Mojokerto)
51.Tajuddin Noor Ganie(Banjarmasin)
52..Thomas haryanto soekiran(Purworejo)
53.W Haryanto(Blitar)
54.Wadie Maharief (Jogyakarta)
55.Wahyudi Abdurrahman Zaenal (Ketapang Kalbar)
56. Wans Sabang(Jakarta)
57.Yuyun Ambarwanto(Wonogiri)



Jumat, 22 Juli 2016

Satu Keranjang Ikan
Penulis : Rg Bagus Warsono
Perwajahan Isi : Simages
Desain Sampul : Dwilesta

Diterbitkan oleh:
Sibuku Media
Alamat : Ngringinan, Palbapang, Bantul, Bantul, Yogyakarta, 55713.
Hp. : 085643895795
E-mail : penerbitsibuku@gmail.com
Web : www.sibuku.com

Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Rg Bagus Warsono, Satu Keranjang Ikan —Cetakan 1—Yogyakarta: Sibuku Media, 2016
xvi+ 51; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-6233-18-9
Cetakan 1, 2016





 Pengantar Antologi
Sorotan terhadap nilai-nilai budaya kepesisiran ini tentu saja memiliki kontribusi yang sangat strategis untuk membangun masa depan bangsa yang berbasis pada potensi sumber daya bahari. Masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang spesifik dan terbangun melalui proses evalusi yang panjang.

Khekhasan kebudayaan di atas, seperti sistem gender, relasi patron-klien, pola-pola perilaku dalam mengeksploitasi sumber daya perikanan, serta kepemimpinan sosial tumbuh karena pengaruh kondisi- kondisi dan karakteristik-karakteristik yang terdapat di lingkungannya. Sebagai bagian dari suatu masyarakat yang luas, yang sedang bergerak mengikuti arus dinamika sosial, masyarakat nelayan dan kebudayaan pesisir juga akan terkena dampaknya. Kemampuan beradaptasi dan keberhasilan menyikapi tantangan perubahan sosial sangat menentukan kelangsungan hidup dan integrasi sosial masyarakat nelayan.
 Sebuah kelompok sosial yang kelangsungan hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir. Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan.






Perilaku eksploitatif yang tak terkendali berimplikasi luas terhadap kelangkaan sumberdaya perikanan kemiskinan nelayan. Di samping itu, kompetisi antarnelayan dalam sumber daya perikanan terus meningkat, sehingga berpotensi menimbulkan konflik secara eksplosif di berbagai wilayah perairan, khususnya di kawasan yang menghadapi kondisi overfishing (tangkap lebih). Kelangkaan atau semakin berkurangnya sumber daya perikanan, khususnya di perairan pantai, dan kondisi overfishing, yang disebabkan oleh beberapa hal penting, yaitu: eksploitasi berlebihan dan kerusakan ekosistem pesisir-laut.Kegiatan eksploitasi sumber daya perikanan
xii
tidak disertai dengan kesadaran dan visi kelestarian atau keberlanjutan dalam mengelola lingkungan pesisir-laut, sehingga terjadi ketimpangan.
Kegagalan pembangunan pedesaan di wilayah kabupaten/kota pesisir, sehingga meningkatkan tekanan penduduk terhadap sumber daya laut dan kompetisi semakin meningkat.Salah satu ciri perilaku sosial dari masyarakat pesisir yang terkait dengan sikap temperamental dan harga diri tersebut dapat disimak dalam pernyataan antropolog Belanda di bawah ini (Boelaars, 1984:62)
Orang pesisir memiliki rasa harga diri yang amat tinggi dan sangat peka. Perasaan itu bersumber pada kesadaran mereka bahwa pola hidup pesisir memang pantas mendapat penghargaan yang tinggi”.
Sebagian nilai-nilai perilaku sosial di atas merupakan modal sosial yang sangat berharga jika didayagunakan untuk membangun masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir . Di Indonesia masih banyak nelayan yang menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan.
Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah
xii
 Sebuah kelompok sosial yang kelangsungan hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir. Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan.
Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989:68-69). Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir,
masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermata- pencaharian sebagai nelayan . Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan

Jangan melaut hari ini

alam tak bersahabat
tapi cuaca baik
kalian tak mengerti saat
ikan marah
air memerah
angin malu
awan tersipu
pura-pura dungu
jangan melaut hari ini
biduk capai menahan dingin
jaring robek sendiri
air tak lagi asin
ombak diam
angin sepoi dingin basah


Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan (Ginkel, 2007).Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau hewan laut lainnya yang hidup di dasar,maupun permukaan perairan.Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan payau maupun laut.
Nurochman Sudibyo YS, sastrawan tinggal di Tegal

Rabu, 08 Juni 2016

Puisi - puisi dari Rumahku di Tepi Rel Kereta Api








.1Kereta Api Tua


            Rg Bagus Warsono
Kereta Api Tua

Kereta api tua berjalan perlahan  
Meniti rel  panjang melingkar desa
Membelah pesawahan
Menembus hutan
Menyusuri lereng gunung
Menyebrang sungai
Hingga ke kota tujuan
Kereta api tua setia
Mengantar rakyat sampai tujuan.
Kereta api tua melengking peluit panjang
Suaranya nyaring mengagetkan gembala di padang
Gemuruh gemerincing besi beradu
menggetarkan
Kau masih keras besi baja
Bilakah kereta api tua lelah
Karena perjalanan panjangmu
Semoga tetap sehat selalu
Agar kami slalu bersamamu
Sepanjang usiamu.

Stasiun Jatibarang, 15-01-2006

2.Balapan


Rg Bagus Warsono

Balapan

Balap kereta api kita menerjang angin
jauh kereta medekat cepat dan menjauh kencang
lalu menghilang
dibalik desa
di serong relmu panjang
Balap kereta sekencang angin
Angin diterjang lokomotif buta
Angin berlari di  jedela kereta
Roda berputar menggilas rel
Batu bergetar menyapa kereta.

Stasiun Jatibarang , 15-01-2006





3.Lori Tua


Rg Bagus Warsono

Lori Tua

Ada lori tua dijadikan monumen
Bahwa kita pernah gagah dulu    
Mengangkut jerami, kayu, tebu dan gula
Ada lori tua ditengah kota
Menatap ibu pergi ke pasar
Menyuruh pedagang menuggu kereta
Lori tua menangis
Berpalinglah
Dulu aku yang mengantarmu
Dulu aku yang bawa belanjaan itu
Lori tua sekedar mengingatkan
kita pernah berjaya dulu
dulu aku dinanti dan disayang.

Stasiun Parujakan, 15-01-2006



4.Raja Penjelajah


Rg Bagus Warsono

Raja Penjelajah

Desa , kota, dan ibukota
Jelajah kota Jawa
Kereta cepat kebanggan bangsa
Gagah perkasa dan berjasa
Raja penjelajah
Puluhan Roda keras menggilas besi       
Rel menangis menahan beban , Kadang menyayat pilu
menahan panas percik api besi beradu
Raja penjelajah tak peduli
Siang ataukah gelap
Menapak rel menyapa kota.
             Raja penjelajah datang dan pergi secepat waktu.

Stasiun Jatibarang, 15-01-2006




5. Aku di Hanggar  Menunggu


Rg Bagus Warsono

Aku di Hanggar  Menunggu

Aku di Hanggar  Menunggu
Perintah Masinis bekerja
Menarik gerbong-gerbongmu yang panjang
Aku masih kuat berjalan
Kapan masinis memanggilku bekerja
Rodaku sudah tak sabar berputar
Per berkarat kaku
Sudah lama tak berderit
Dan kapan meniup peluit.

Stasiun Jatibarang , 15-01-2006




           



6. Tiba di Stasiun Tepat Waktu
                                                                                                               

Rg Bagus Warsono

Tiba di Stasiun Tepat Waktu

Tiba di Stasiun Tugu tepat waktu
Ibu menunggu
Aku pulang dari Jakarta kekotamu
Bersama kereta malam
Dan pagi menjelang
Ibu menanti di Stasiun Tugu
Mengharap ananda selamat segera tiba
tak perlu kecewa keretamu prosesional
Datang tetap waktu dan pergi dijarum jam itu
Ketika pintu gerbong terbuka
Ibu di depan mata.

Stasiun Parujakan , 15-01-2006







7. Tunggu Aku Kembali


Rg Bagus Warsono

Tunggu Aku Kembali

Kutinggalkan satu stasiun kecil membawa dua penumpang
Taka ada penumpang lagi tertinggal
naiklah sepur lain
lebih cepat dari mesinku
Tapi kereta jalur ini cuma satu
Yang berhenti di stasiun kecil
Kecil stasiun berhenti karena jalur
Menurunkan menaikan ke tujuan
Bertambah atau mengurangi beban tak terasa
Besar kecil sama saja bagi sepur
Aku berangkat dulu menuruti masinisku
Kelak aku kembali singgah di stasiunmu
Stasiun kecil lain segan mampir
Karena stasiun terakhir menanti
langganan mium air haus keretamu.

Stasiun Krucuk, 15-01-2006


8. Kereta Cepat Secepat Angin


Rg Bagus Warsono

Kereta Cepat Secepat Angin

Kereta cepat secepat angin lewat
Hanya lewat di stasiun kecil
Di stasiun aku menunggu kereta kedua
Kereta cepat lewat lagi
Ketika banyak orang berdiri menanti
Kereta kedua datan lalu menanti penumpang
Kereta cepat lewat lagi
Kereta kami belum juga berlari
padahal sudah empat kereta cepat  lewat.

Stasiun Purwokerto, 15-01-2006










9. Sakit Kereta di Depo 5


Rg Bagus Warsono

Sakit Kereta di Depo 5

Sakit kereta di depo lima
Karna mesin tua kurang pelumas
Sehingga asap putih menebal
Batuk mesin menyeret lok
Menyegat hidung kepala stasiun
Kau sakit perlu opname
Menunggu mekanik
Yang merawat kereta dimana mana
Sehat kereta dipecut lagi.

Stasiun Haurgeulis, 15-01-2006







10.Itu Kereta Melitas Kebunku


Rg Bagus Warsono

Itu Kereta Melitas Kebunku

Burung prenjek yang kaget
Mengalah menyingklir cepat
Gemuruh besi menindih rel
Kau lewat memberi tanda diri
Pada pisang dan pohon jati
Yang tertiup angin keras jalanmu.
Semoga slalu selamat teman
Kutatap kereta makin jauh mengecil
Dan hilang dirimbunan pohon gunung.

Stasiun Haurgeulis, 15-01-2006